Selasa, 11 Maret 2014

Colors of My Life : TANAMAN LIDAH BUAYA PERLU TANAH GEMBUR



TANAMAN LIDAH BUAYA PERLU TANAH GEMBUR

Senang sekali bisa memiliki rambut yang lebat dan kuat. Kawan yang memilki rambut lebat dan kuat bisa saya katakana beruntung. Karena rambut saya tidak lebat dan tipis. Namun setelah saya menggunakan tanaman lidah buaya, saya merasa rambut saya lebih lebat dari sebelumnya. Kawan yang mempunyai rambut tidak lebat dapat membuktikannya.

Tanaman lidah buaya memang memiliki banyak manfaat untuk kehidupan kita. Salah satunya mampu menyehatkan rambut secara alami. Tanaman ini pun mudah didapatkan dan dikembangbiakkan. Cukup menanam satu anakan atau tunasnya di tanah maka ia akan tumbuh membesar dan berkembangbiak dengan segera. Anakan atau tunasnya bisa diperoleh dari tetangga, teman, atau siapapun yang memilikinya. Setelah berkembangbiak, anakan baru akan muncul dan menjadi tanaman baru. Seperti tanaman lidah buaya yang saya dapatkan dari tetangga.

Pada mulanya, tanaman saya ini tidak pernah bertambah besar sedikitpun. Padahal, saya siram setiap hari dan terkena cahaya yang cukup. Setelah itu, saya biarkan tidak saya siram lagi, tanaman saya menjadi layu tak berisi. Saya menanamnya di sebuah polybag yang cukup besar. Suatu hari, saya sedang rajin mengurus tanaman saya. Tanaman lidah buaya itu pun saya gemburkan tanahnya dan kembali saya sirami lagi.

Tidak beberapa lama setelah itu, nampak bahwa tanaman lidah buaya saya mulai bertambah besar. Saat ukurannya cukup besar muncullah beberapa anakan disekitarnya. Sekarang tanaman lidah buaya saya sudah sangat besar dan memiliki banyak anakan. Sedangkan tanaman lidah buaya miliki tetangga yang memberi saya masih berukuran sama seperti dulu. Jadi, dapat saya simpulkan bahwa selain perawatan, tanaman lidah buaya juga memerlukan tanah yang gembur untuk bisa tumbuh dan berkembang. Selain itu, cinta dan kasih dari si pemilik juga bisa menjadi salah satu penghangat untuk tanaman selain cahaya matahari.

Colors of My Life : UAS? BELUM SIAP LAHIR DAN BATIN


UAS? BELUM SIAP LAHIR DAN BATIN

Kawan, apakah kalian baru saja selesai menjalani ujian? Atau akan segera menjalani ujian? Atau sedang menjalani ujian? Karena sekarang saya akan berbagi sedikit tentang ujian yang baru saja selesai saya lewati. Ups, saya lupa. Yang saya maksud di sini ujian sekolah ya…!

Biasanya masyarakat dan kawan sekalian menyebutnya UAS, Ujian Akhir Sekolah. Bagi kawan yang bersekolah di kota besar dengan sekolah bermutu dan berkualitas, mungkin tidak akan mengalami kesulitan. Fasilitas, disiplin, semangat, dan prestasi akan menyatu jika semua pihak yang terlibat dalam pendidikan suatu daerah rajin, bertanggung jawab, dan bersikap jujur. Tapi saya bersekolah di kota saya yang kecil dan mungil, etos kerja di kotaku belum tinggi dan prinsip nepotisme terkadang masih banyak dijumpai dalam kehidupanku sehari-hari. Terus apa hubungannya dengan UAS?

Saya sangat merasa kesulitan dengan UAS yang baru saja saya lewati. Sebab, saya merasa kurang siap lahir dan batin untuk menghadapinya. Saya masih bingung, apakah ketidaksiapan saya ini karena diri saya sendiri atau karena kurangnya perbekalan yang diberikan sekolah ya…? Kalau datangnya dari diri sendiri, artinya saya harus belajar lebih giat lagi. Tapi menumbuhkan rasa ingin belajar itu sulit, harus dibutuhkan faktor luar yang mendorong dan bahkan memaksa diri ini untuk belajar. Di sinilah fungsi sekolah dijalankan.

Saya ingin agar sekolah itu lebih meningkatan mutu dan kualitas pengajaran dengan peningkatan disiplin tidak hanya kepada siswa namun juga kepada tenaga pengajarnya. Sehingga semua guru akan merasa bertanggung jawab atas siswa yang diajarnya. Saya ingin agar diadakan persiapan UAS jauh sebelum waktunya, misalnya dua atau sebulan sebelumnya. Saya tidak memerlukan kunci jawaban ataupun soal ujiannya, yang saya inginkan kesiapan lahir dan batin. Saya ingin mengerjakan semua soal dengan jujur dan mengetahui seberapa kemampuan saya. Bisakah saya dapatkan itu?

Mungkin kawan ada yang berpikir saya sombong karena menolak bantuan dari sekolah dalam bentuk ketidakjujuran itu. Begitulah kehidupan sekarang, orang yang ingin melakukan kebaikan dianggap rendah dan sombong. Namun, tidak semua siswa berpikir sama seperti saya. Karena memang watak dan sifat orang berbeda-beda. Saya juga tidak memaksakan kehendak saya ini. Harapan saya, semoga kesulitan yang saya alami sekarang tidak dialami oleh adik-adik dan kawan-kawan yang lain. Jangan pernah berhenti untuk berusaha dan berdo’a ya…