Tragedi Si Jago Merah
Suatu malam, ketika aku bersama keluargaku tidak dapat
menonton televisi seperti biasanya karena cuaca pada saat itu sedang hujan
rintik disertai kilat. Keadaan seperti
itu membuat ayah dan ibuku pergi kerumah tetangga kami dan berbincang-bincang
disana. Sedangkan kakak laki-lakiku yang pada saat itu sedang menjalani
liburannya juga pergi keluar rumah. Aku hanya sendiri dirumah, yang kulakukan
hanya mondar-mandir didalam rumah. Setelah lelah mondar-mandir tanpa tujuan
yang jelas, akupun merebahkan tubuhku kekasur yang berada didepan televisi.
Untuk menghilangkan keheningan malam, aku mendengarkan musik dari HP ku dengan
volume yang keras. Sambil mendengarkan musik aku memikirkan tentang bulan
ramadhan, aku merasakan perbedaan pada bulan ramadhan dengan bulan-bulan
lainnya, apalagi bulan penuh berkah tersebut baru beberapa hari
berlalu.Ditengah-tengah kesunyian malam, terdengar suara teriakan yang tidak
begitu jelas dari luar rumahku. Akupun langsung berlari keluar rumah. Mataku
melihat cahaya yang bersinar terang berwarna merah kekuning-kuningan dari balik
atap rumah orang-orang yang tinggal didekat rumahku.
“Kebakaran……! Kebakaran……!,” teriakku dengan rasa takut.
Didalam hati, aku bertanya pada diriku sendiri apakah
benar yang kulihat ini ? Dengan rasa penasaran dari mana api itu berasal,
kakikupun langsung berlari lagi menuju kepinggir sungai. Namun sumber api masih
tidak tampak karena adanya rumah bertingkat dua yang menghalangi pemandanganku.
Aku berpikir untuk melompat ke perahu kecil dipinggir sungai, tapi jarak antara
perahu dengan pinggir sungai terlalu jauh. Akupun membatalkan niatku tersebut,
kemudian aku masuk kembali kedalam rumah. Ternyata kedua orang tuaku sudah
berada didalam rumah, mereka berlari-lari kesana kemari yang membuatku bingung.
“hei, cepat nyalakan lilin dan kemasi barang-barangmu
kedalam tas,” kata ibuku dengan nafas terengah-engah.
“kenapa ?,” tanyaku.
Tapi ibu langsung memasuki kamarnya tanpa menjawab
pertanyaanku. Karena merasa khawatir, akupun juga langsung memasuki kamarku dan
mengemasi barang-barangku kedalam tas seperti perintah ibu. Tiba-tiba lampupun
padam, saat itu aku berhenti mengemasi barang-barangku dan membawanya keluar
kamar.
”letakkan barang-barangmu disitu,” kata ibu sambil
menunujuk tempat tumpukan beberapa tas.
Akupun langsung menuruti perintah ibu. Kemudian aku
keluar rumah untuk melihat sekali lagi sumber api, namun masih tidak tampak
juga. Aku mengira bahwa api berasal dari perumahan didekat rumah temanku yang
bernama Chika.
“Nin, Nina…! Cepat kesini!,” seru ibu dari dalam
rumah.
“ada apa, bu?,” tanyaku.
“tolong cepat kamu pindahkan barang-barang kita yang
sudah dikemasi kepinggir sungai,” jelas ibu.
“baik, bu,” jawabku.
Kemudian aku langsung memindahkan barang-barang kami
kepinggir sungai. Ternyata disana sudah ada spit boat yang menunggu. Ayahkupun
memasukan barang-barang kami kedalam spit boat itu.
“hei, kalian berdua juga naik ke spit boat,” perintah
ayah kepada aku dan ibu.
Kami berduapun langsung naik keatas spit boat.
“ jangan pulang kerumah sebelum keadaan aman.
Mengerti?,” tegas ayah.
“baik,” jawab ibu.
Spit boat yang kami tumpangipun berangkat menuju ke
Sukaramai, desa diseberang sungai. Setelah sampai di Sukaramai, aku dan ibu
membawa barang-barang kami kerumah saudara ibu yang ada disana. Tapi aku masih
penasaran dengan api yang berkobar, sungguh menyeramkan melihatnya secara
langsung. Aku sedih sekali melihat api melahap habis rumah warga, apalagi
rumahku dekat dengan api itu. Aku hanya bisa berdoa agar Allah memberi kemudahan
kepadaku dan orang-orang yang terkena musibah ini. Sementara itu, ayahku
dirumah mengemasi barang-barang kami yang dapat diselamatkan dibantu dengan
keluarga kami yang rumahnya jauh kemungkinan terkena bencana. Pemadam kebakaran
dari jalan raya dan sungai berusaha memadamkan api. Api baru bisa dipadamkan
dua jam kemudian. Aku lega karena rumahku dan rumah Chika tidak ikut terbakar
api. Setelah keadaan cukup baik, aku dan ibuku pulang kerumah. Ternyata
barang-barang kami hampir semuanya dikeluarkan dari rumah. Walaupu kejadian itu
membuatku takut, tapi aku masih bisa tidur.
Besok harinya, pagi-pagi sekali aku berjalan kaki
menuju ke lokasi kebakaran. Terlihat jelas banyak rumah yang terbakar, bisa
digambarkan luasnya seperti lapangan bola. Aku semakin bersyukur dengan keadaan
sekarang. Setelah selesai melihat-lihat, akupun langsung pulang kerumah untuk
membantu orang tuaku membereskan barang-barang kami yang diangkat keluar rumah.
Sungguh menyebalkan harus membereskan barang-barang yang begitu banyak, tapi
inilah yang terjadi. Menurut analisis polisi, api berasal dari hubungan arus
pendek listrik. Setelah kejadian itu, aku semakin berhati-hati dengan adanya
api.
NB : Cerpen ini berdasarkan pengalaman pribadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar