Kamis, 19 November 2015

Memory in Junior High School : CERPEN TENTANG BENCANA KEBAKARAN

Tragedi Si Jago Merah

Suatu malam, ketika aku bersama keluargaku tidak dapat menonton televisi seperti biasanya karena cuaca pada saat itu sedang hujan rintik disertai kilat. Keadaan  seperti itu membuat ayah dan ibuku pergi kerumah tetangga kami dan berbincang-bincang disana. Sedangkan kakak laki-lakiku yang pada saat itu sedang menjalani liburannya juga pergi keluar rumah. Aku hanya sendiri dirumah, yang kulakukan hanya mondar-mandir didalam rumah. Setelah lelah mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas, akupun merebahkan tubuhku kekasur yang berada didepan televisi. Untuk menghilangkan keheningan malam, aku mendengarkan musik dari HP ku dengan volume yang keras. Sambil mendengarkan musik aku memikirkan tentang bulan ramadhan, aku merasakan perbedaan pada bulan ramadhan dengan bulan-bulan lainnya, apalagi bulan penuh berkah tersebut baru beberapa hari berlalu.Ditengah-tengah kesunyian malam, terdengar suara teriakan yang tidak begitu jelas dari luar rumahku. Akupun langsung berlari keluar rumah. Mataku melihat cahaya yang bersinar terang berwarna merah kekuning-kuningan dari balik atap rumah orang-orang yang tinggal didekat rumahku.

“Kebakaran……! Kebakaran……!,” teriakku dengan rasa takut.

Didalam hati, aku bertanya pada diriku sendiri apakah benar yang kulihat ini ? Dengan rasa penasaran dari mana api itu berasal, kakikupun langsung berlari lagi menuju kepinggir sungai. Namun sumber api masih tidak tampak karena adanya rumah bertingkat dua yang menghalangi pemandanganku. Aku berpikir untuk melompat ke perahu kecil dipinggir sungai, tapi jarak antara perahu dengan pinggir sungai terlalu jauh. Akupun membatalkan niatku tersebut, kemudian aku masuk kembali kedalam rumah. Ternyata kedua orang tuaku sudah berada didalam rumah, mereka berlari-lari kesana kemari yang membuatku bingung.

“hei, cepat nyalakan lilin dan kemasi barang-barangmu kedalam tas,” kata ibuku dengan nafas terengah-engah.

“kenapa ?,” tanyaku.

Tapi ibu langsung memasuki kamarnya tanpa menjawab pertanyaanku. Karena merasa khawatir, akupun juga langsung memasuki kamarku dan mengemasi barang-barangku kedalam tas seperti perintah ibu. Tiba-tiba lampupun padam, saat itu aku berhenti mengemasi barang-barangku dan membawanya keluar kamar.

”letakkan barang-barangmu disitu,” kata ibu sambil menunujuk tempat tumpukan beberapa tas.

Akupun langsung menuruti perintah ibu. Kemudian aku keluar rumah untuk melihat sekali lagi sumber api, namun masih tidak tampak juga. Aku mengira bahwa api berasal dari perumahan didekat rumah temanku yang bernama Chika.

“Nin, Nina…! Cepat kesini!,” seru ibu dari dalam rumah.

“ada apa, bu?,” tanyaku.

“tolong cepat kamu pindahkan barang-barang kita yang sudah dikemasi kepinggir sungai,” jelas ibu.

“baik, bu,” jawabku.

Kemudian aku langsung memindahkan barang-barang kami kepinggir sungai. Ternyata disana sudah ada spit boat yang menunggu. Ayahkupun memasukan barang-barang kami kedalam spit boat itu.

“hei, kalian berdua juga naik ke spit boat,” perintah ayah kepada aku dan ibu.

Kami berduapun langsung naik keatas spit boat.

“ jangan pulang kerumah sebelum keadaan aman. Mengerti?,” tegas ayah.

“baik,” jawab ibu.

Spit boat yang kami tumpangipun berangkat menuju ke Sukaramai, desa diseberang sungai. Setelah sampai di Sukaramai, aku dan ibu membawa barang-barang kami kerumah saudara ibu yang ada disana. Tapi aku masih penasaran dengan api yang berkobar, sungguh menyeramkan melihatnya secara langsung. Aku sedih sekali melihat api melahap habis rumah warga, apalagi rumahku dekat dengan api itu. Aku hanya bisa berdoa agar Allah memberi kemudahan kepadaku dan orang-orang yang terkena musibah ini. Sementara itu, ayahku dirumah mengemasi barang-barang kami yang dapat diselamatkan dibantu dengan keluarga kami yang rumahnya jauh kemungkinan terkena bencana. Pemadam kebakaran dari jalan raya dan sungai berusaha memadamkan api. Api baru bisa dipadamkan dua jam kemudian. Aku lega karena rumahku dan rumah Chika tidak ikut terbakar api. Setelah keadaan cukup baik, aku dan ibuku pulang kerumah. Ternyata barang-barang kami hampir semuanya dikeluarkan dari rumah. Walaupu kejadian itu membuatku takut, tapi aku masih bisa tidur.

Besok harinya, pagi-pagi sekali aku berjalan kaki menuju ke lokasi kebakaran. Terlihat jelas banyak rumah yang terbakar, bisa digambarkan luasnya seperti lapangan bola. Aku semakin bersyukur dengan keadaan sekarang. Setelah selesai melihat-lihat, akupun langsung pulang kerumah untuk membantu orang tuaku membereskan barang-barang kami yang diangkat keluar rumah. Sungguh menyebalkan harus membereskan barang-barang yang begitu banyak, tapi inilah yang terjadi. Menurut analisis polisi, api berasal dari hubungan arus pendek listrik. Setelah kejadian itu, aku semakin berhati-hati dengan adanya api.

NB : Cerpen ini berdasarkan pengalaman pribadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar